SEARCH

EPL Masters: When The Legends Came to Town


Menyaksikan aksi mantan pemain klub kesayangan secara langsung, apalagi berbincang-bincang, pada awalnya hanya menjadi bagian dari impian yang sepertinya tetap akan menjadi impian. Tapi impian tersebut berubah menjadi suatu kenangan manis yang tidak terlupakan di saat saya mengikuti event bertajuk “EPL Master Football”.

EPL Master Football merupakan turnamen sepakbola indoor yang mempertemukan mantan pemain dari Liga Primer Inggris. Permainan menggunakan format 6 pemain dengan 3 cadangan dan terdiri dari dua babak yang setiap babaknya berlangsung selama delapan menit. Setiap tim akan bertemu satu sama lain dimana laga final akan mempertemukan dua tim dengan peraih kemenangan terbanyak. Saya berkesempatan menyaksikan langsung ajang EPL Master ini di Kuala Lumpur (22/4) dan Jakarta (27/5).



EPL Master Kuala Lumpur

Teriknya matahari negeri jiran di minggu siang (22/4) tidak menyurutkan niat para pencinta Liverpool, Manchester United, dan klub Liga Primer Inggris lainnya untuk menyambangi stadion indoor Melawati di Shah Alam. Semuanya mempunyai niat yang sama, menjadi saksi beraksinya kembali mantan pemain dari klub kesayangan masing-masing. Sambil menunggu masuk ke dalam stadion, para penggemar bisa mengunjungi stand-stand di sekeliling stadion yang menawarkan segala pernak pernik dari klub-klub yang tergabung dalam turnamen ini.

Sekitar pukul 4 sore, para penggemar pun mulai memasuki stadion. Seketika stadion berubah menjadi lautan merah, tapi merahnya Liverpool yang paling menonjol. Jika dirata-rata, 60 persen penonton adalah pencinta Liverpool. Hanya ada sekitar 30 persen pecinta Man United, sisa 10 persen adalah penggemar klub Liga Primer Inggris lainnya dan penonton netral.

Kubu Liverpool Masters diperkuat oleh Paul Jones (kiper), Robbie Fowler, Steve McManaman, Patrik Berger, Vladimir Smicer, Stephane Henchoz, Bjorn Tore Kvarme, Rob Jones, Steve Harkness, sedangkan Phil Neal bertindak sebagai manajer. Hadir juga legenda Liverpool lainnya, John Barnes, tetapi dalam turnamen ini Barnes bertindak sebagai manajer EPL Stars.


Suasana stadion sangat didominasi oleh nyanyian dari para Liverpudlian. Di lapangan, dominasi juga menjadi hak milik pasukan legenda si Merah. Kemenangan di semua partai mengantarkan Liverpool ke laga puncak untuk menghadapi seteru abadi, Man United.

Partai final berkesudahan dengan skor 4-4, dan pemenang pun diputuskan melalui adu penalti. Para legenda Liverpool tampak percaya diri tanpa ada satu pun pemain yang gagal dalam eksekusi tersebut. Keberhasilan Paul Jones menggagalkan tendangan penalti dari David May, pada akhirnya membawa Liverpool Masters menjuarai turnamen ini. Robbie Fowler mengukuhkan namanya sebagai pencetak gol terbanyak dengan 14 gol, dan sekaligus menjadi pemain terbaik turnamen ini.

Laga sudah usai, tapi kemeriahan di KL belum berakhir. Senin (23/4), lobby Menara Standard Chartered sudah berhias diri untuk menyambut kedatangan para legenda. Sponsor resmi LFC tersebut memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk bertatap muka langsung dengan Fowler dan kawan-kawan dalam sebuah acara “Meet & Greet”.


Bagi saya pribadi, moment ini menjadi kebahagian yang akan terus terpelihara dalam ingatan sepanjang hayat. Tidak pernah terbayangkan akan bisa bertatap muka langsung dari dekat dengan Steve McManaman, seorang idola masa remaja yang mengantarkan saya menjadi pendukung si Merah. “You’re my first love with Liverpool!”, kalimat tersebut akhirnya bisa saya lontarkan secara langsung ke pemain yang sangat terkenal dengan gocekan ciamiknya itu. Perbincangan singkat dengan Macca di hari itu menyisakan sebuah senyuman yang selalu merekah setiap kali mengingatnya.

Suasana semakin meriah ketika John Barnes berduet dengan Robbie Fowler membawakan Anfield Rap. Terlepas dari kebintangannya di masa lampau, Fowler merupakan sosok yang sangat ramah dan baik terhadap fans. Pemain berjuluk “God” ini selalu melayani dengan sabar setiap permintaan tandatangan maupun foto bareng yang datang dari fans. TRULY LEGEND!


Pertemuan dengan Patrik Berger dan Vladimir Smicer sebelum pergelaran gala dinner juga menyisakan kenangan unik. Duo ceko ini sangat gemar bermain golf. Pertanyaan iseng pun muncul di kepala saya: “If you were not a footballer, what would you be? A golf player?” Berger dengan santai dan mimik seolah serius menjawab: “I would become a president of Czech Rep!”. Smicer yang berada di sampingnya hanya bisa tersenyum melihat kegokilan sahabatnya itu.


Kesempatan makan malam bersama legenda pun datang. Double Tree by Hilton menjadi saksi malam tak terlupakan. Disela-sela acara dilakukan lelang sepasang boots Robbie Fowler dan dua match-worn jerseys dari Steve McManaman. Kedua bintang itu tak lupa untuk menandatangani ketiga item tersebut. Hasil lelang sendiri akan disumbangkan untuk proyek amal Standard Chartered “Seeing is Believing”. Di akhir acara, saya menyerahkan majalah Walk On untuk kedua bintang yang juga merupakan sahabat kental. Mereka sangat senang menerimanya dan menunjukkan kekagumannya ketika saya mengungkapkan kalau majalah tersebut merupakan hasil karya para pecinta Liverpool di Indonesia yang tergabung dalam BIGREDS.

EPL Master Jakarta

Berselang kurang lebih sebulan dari perhelatan di Kuala Lumpur, EPL Master pun digelar di Jakarta untuk pertama kalinya. Legenda Liverpool yang didatangkan juga sedikit berbeda. Steve McManaman urung datang karena kesibukannya sebagai pundit menjelang Euro 2012. Pun Vladimir Smicer harus menunaikan tugas negara sebagai sport manager dari Republik Ceko yang akan berlaga di Euro 2012. Tetapi kehadiran Robbie Fowler, John Barnes, Didi Hamann, Stephane Henchoz, dkk tetap ditunggu oleh para pencinta Liverpool di tanah air.

Sabtu (26/5), bertempat di Lapangan Hoki Senayan, Liverpool Football Academy Indonesia menyelenggarakan coaching clinic dengan menghadirkan semua Liverpool Masters kecuali Didi Hamann. Tentu menjadi pengalaman seumur hidup tak terlupakan berlatih bersama idola.

Minggu (27/5), terlihat beberapa penyokong Liverpool yang juga anggota BIGREDS memenuhi ruang tunggu hotel JW Marriot di pagi yang cerah. Kita punya tujuan yang sama, menanti kedatangan sang Der Kaiser Dietmar Hamman. Didi dan rokok adalah sesuatu yang tak terpisahkan. Tak heran ketika menampakkan wajahnya di gerbang masuk hotel, sebatang rokok tampak menemani sang der Kaiser. Setelah menyelesaikan isapan rokok yang terakhir, Didi menghampiri para penggemar untuk melayani permintaan tanda tangan dan foto bareng. TOP LAD!!

Sore harinya, pekarangan sekitar Istora Senayan sudah menjadi ‘merah’. Terlihat sekelompok pendukung Liverpool dan Manchester United saling adu chants untuk memberikan dukungan terhadap tim kesayangan masing-masing.


Ketika maghrib menjelang, para penontol EPL Master ini pun mulai memasuki stadion satu persatu. Satu sudut stadion diisi oleh pendukung Liverpool, sudut lainnya oleh pendukung Man United. Sedangkan sisanya diisi oleh penonton netral dan gabungan beberapa klub Liga Inggris lainnya. Adu chants pun kembali berlanjut di dalam stadion.

Sebelum pertandingan dimulai, saya sempat melakukan obrolan singkat dengan Didi Hamann. Saat ini sang der Kaiser sedang menyelesaikan coaching qualification di Wales. Didi mengaku sangat senang bisa bergabung dengan tim Liverpool Masters dan tentunya bertemu dengan penggemar Liverpool di Indonesia yang menurutnya sangat passionate. Didi langsung tersenyum ketika saya menanyakan perasaannya ketika tidak termasuk dalam starting 11 di Istanbul 2005. Dengan diplomatis sang der Kaiser menjawab kalau tentu saja dia kecewa tidak termasuk di pilihan awal Rafa Benitez, tetapi tetap senang bisa masuk di babak kedua. Dan yang paling terpenting baginya, Liverpool berhasil memenangi tropi tersebut untuk yang kelima kalinya.

Liverpool Masters memulai pertandingan dengan melawan kubu Man United Masters. Paul Jones (kiper), Robbie Fowler, Didi Hamann, Stephane Henchoz, Dominic Matteo, dan Steve Harkness mengisi formasi awal yang diturunkan pada laga tersebut. Sedangkan bangku cadangan diisi oleh John Barnes, Mark Walters, dan Julian Dicks. Pada laga ini para legenda Liverpool berhasil menundukkan legenda dari seteru abadinya itu dengan skor 5-4. Liverpool Masters juga berhasil memenangi laga kontra Indonesia Stars dengan skor 4-2 dan EPL Stars dengan skor 8-1. Tiga kemenangan tersebut mengantarkan Liverpool Masters ke partai puncak untuk bertemu lagi dengan EPL Stars.

Sambil menunggu partai puncak, saya berkesempatan mewawancarai Stephane Henchoz dari pinggir lapangan.  Henchoz mengungkapkan bahwa ia sangat menikmati berkunjung ke negara-negara yang berbeda dan tentu saja bisa bermain sepakbola lagi merupakan kesenangan tersendiri mengingat hal tersebut sudah jarang dilakoninya sejak memutuskan gantung sepatu. Ungkapan tersebut dikemukakan Henchoz ketika saya bertanya mengenai alasannya bergabung dalam event EPL Masters ini. Selain menyelesaikan coaching qualification-nya di Swiss, saat ini Henchoz juga bekerja sebagai pundit pertandingan sepakbola pada televisi lokal setempat.

Ketika ditanya pendapatnya mengenai pencinta Liverpool di tanah air, Henchoz menjawab: “passionate”, jawaban yang persis sama seperti jawaban Hamann sebelumnya. Henchoz sendiri menyayangkan tidak bisa bertemu Man United Masters di partai puncak. Menurutnya partai melawan seteru abadi Liverpool tersebut akan menyajikan pertandingan yang lebih seru dan menghibur bagi fans.

Partnership Henchoz dengan Hyypia di jantung pertahanan merupakan salah satu yang terbaik pada masanya. Saya pun tertarik untuk menanyai pendapatnya tentang siapakah partnership terbaik di jantung pertahanan pada saat ini. Henchoz menjawab sulit untuk menentukannya karena saat ini satu tim sering melakukan rotasi pemain, selain itu cedera juga menjadi faktor tidak adanya partnership yang permanen. Tetapi secara individual, Henchoz menyebut bahwa Vincent Kompany adalah salah satu central-back terbaik di Liga Inggris saat ini. Kemudian Henchoz juga menyebut Martin Skrtel. Menurutnya Skrtel bermain cukup konsisten di musim 2011/2012 yang lalu dan sangat patut dikukuhkan sebagai salah satu yang terbaik di jantung pertahanan.

Saat ini Liverpool memang sudah mengangkat Brendan Rodgers sebagai manajer yang baru. Tetapi Roberto Martinez lah yang diperkirakan oleh Henchoz untuk menjadi manajer Liverpool ketika ditanya pendapatnya pada saat posisi tersebut masih kosong. Henchoz menyukai gaya kepelatihan Martinez yang menurutnya cocok untuk diterapkan di Liverpool. Di penghujung wawancara, saya bertanya pendapatnya mengenai siapa yang akan menjuarai Liga Primer Inggris 2012/2013. Henchoz pun menjawab bahwa Manchester City masih menjadi tim yang paling berpeluang untuk kembali meraih predikat tertinggi di ranah Inggris. Henchoz kemudian menimpali bahwa seteru abadi Liverpool, Man United tetap akan menjadi pesaing utama Man City dalam mempertahankan mahkotanya.

Tak lama berselang setelah wawancara dengan Henchoz selesai, partai puncak pun digelar. Sayangnya kemenangan besar di babak penyisihan melawan kubu EPL Stars tidak berlanjut disini. Para legenda si Merah harus mengakui keunggulan EPL Stars setelah takluk 4-2 di partai pemuncak ini. Robbie Fowler tetap tampil sebagai pencetak gol terbanyak dengan 9 gol, tetapi predikat pemain terbaik direbut oleh Michael Mols dari EPL Stars.

Hari-hari menyenangkan bersama Legenda si Merah di Kuala Lumpur dan Jakarta sudah berakhir, tetapi hari-hari tersebut tetap akan bersemayam di hati selamanya. Harapan terciptanya kembali kenangan indah di masa depan ketika bertemu lagi dengan para legenda akan selalu mengiringi langkah para Liverpudlian. Hal ini menjadikan event EPL Master ini layak untuk ditunggu di tahun-tahun berikutnya.

***
Taken from my own writting for Walk On Magazine, Volume 6, September 2012.



No comments:

Post a Comment

Comments